Saturday 23 April 2011

Polisi Semarang Menggila

Kali ini bukan image yang baik buat polisi dibandingin dengan aksi polisi Gorontalo menggila, Norman Kamaru. Kali ini pengalamanku kena tilang oleh polisi lalu lintas di Semarang. Mungkin teman - teman udah sering dengar n mengalami kejadian ini. Berikut kisahku:

Pada tanggal 21 April 2011 pukul 5 sore, aku terkena tilang oleh polantas di perempatan jalan pandanaran ke arah simpang lima dekat dengan warung makan KFC. Aku memang salah karena motorku berhenti sedikit melebihi batas garis putih untuk ruang bagi pengendara lain yang akan belok kiri. Polisi tersebut (anggap saja polisi A) menggiringku ke pos polisi yang didalamnya terdapat polisi lain (anggap juga ini polisi B). Berikut percakapannya :

Polisi B : " Siapa namanya dan dan dari daerah mana ?"
Aku : " Saya purnomo pak asli dari Semarang"
Polisi B : " Lho orang Semarang kok bisa - bisanya masih melanggar rambu lalu lintas" (dengan nada agak tinggi dan hendak berniat melakukan tekanan psikologis)
Aku : (berusaha tenang dan tidak takut gertakan)"Pak,pak.. namanya manusia kan juga gak selalu benar, kadang juga melakukan kesalahan to ..?" (berusaha memberikan jawaban yang diplomatis hehe..)
Polisi B : (diam saja seraya menulis di sebuah form berwarna merah) " Ya sudah tanda tangani ini.. Kamu pengin sidang atau bayar denda di bank. Kalau sidang besok Senin ke pengadilan. Kalau bayar denda di bank Rp. 60.000,-"
Karena aku merasa melakukan kesalahan maka aku memilih bayar denda di bank.
Aku : "Aku bayar denda aja dibank pak, hitung-hitung amal buat negara"
Polisi B : (agak mikir gitu akhirnya memanggil polisi A) " Aku minta form denda ndan ..."
Polisi A datang dengan membawa "korban" yang baru saja kena tilang
Polisi A : (memberikan form denda berwarna biru) " Kenapa gak damai saja , tinggal kasih Rp.25.000,- atau Rp.30.000,- kan udah beres"
Aku : "Ndak pak ... bayar denda saja" (pikirku, emang gak tau apa kalau damai masuk ke kantong mana uangnya hehe...)
Polisi A : "Kalau bayar denda ke bank bayarnya Rp.500.000,-. Gimana ?"
Apaaa???? Bagimane Ceritenye jadi Rp. 500.000,-....
Aku : "Lho pak... tadi katane cuma Rp. 60.000,- gimana to pak ?"
Polisi A : "Lho emang segitu dendanya" (sambil menunjukkan kalau gak salah dibelakang form biru tertulis 'Denda untuk melanggar rambu lalu lintas Rp. 500.000,-')
What a...?

Kondisi eyel -eyelan pun terjadi. Tapi aku sebagai orang yang tersudut mau gak mau akhirnya harus memilih damai. Padahal menurut buku "macam macam korupsi" karangan KPK menyebutkan bahwa memberikan uang damai kepada polisi lalulintas maka sama saja dengan korupsi. Padahal aku benci dengan yang namanya korupsi. Tapi bagaimana lagi aku merasa diarahkan oleh mereka untuk melakukan yang namanya korupsi.

Aku berusaha menjadi warga negara yang baik. Namun jika begini caranya akankah negara ini bisa maju, jika aparat negara melakukan seolah olah seperti pemalakan ? Aku yakin para petinggi - petinggi / pimpinan sudah mengetahuinya tapi mereka seolah tidak perduli. Sampai kapan mereka mau tutup mata, tutup telinga ??? Bukan masalah uangnya teman teman... tapi masalah moral mereka dimana ? Apakah mereka tidak pernah mendapat pelajaran kewarganegaraan atau pendidikan pancasila ?

1 comment:

Anonymous said...

wkwkwkwkwk
curhate ning ndi" ik...wkwkwkwkwk